Sejarah Desa
Desa Duwet adalah salah satu desa yang terletak tidak jauh dari lereng kaki Gunung Bromo, Semeru dan Tengger bagian barat. Dengan topografi berupa daratan dan perbukitan serta berada dalam ketinggian antara 700-1500 m dpl, sehingga kondisi desa ini betul-betul dingin dan sejuk.
Awal Terbentuknya Desa Duwet
Pada saat penjajahan Belanda kekuasaan kerajaan tentu berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi kelompok-kelompok daerah kekuasaan, antara lain dengan adanya Desa, Kecamatan, Kadipaten, Kresidenan dan Gubernuran yang kesemuanya di bawah kekuasan dan komando langsung dari bangsa Belanda yang berkedudukan di Batavia.
Pada awalnya Desa Duwet terdiri dari 2 desa, yaitu Desa Duwet (yang terdiri dari 2 pedukuhan, yakni Kedampul dan Petungsewu) dan Desa Duwet Krajan (yang terdiri dari 3 pedukuhan, yakni Tosari, Duwet Krajan dan Duwet swaru). Kedua desa ini masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Desa dengan istilah Petinggi, yang diangkat oleh Belanda, silih berganti selama penjajahan Belanda.
Kemudian pada tahun 1930, mengingat Desa Duwet dahulu jumlah penduduk dan wilayahnya besar serta jarak antara desa yang satu dengan lain terlalu jauh, maka Pemerintah Belanda berkeinginan memecah Desa Duwet tersebut menjadi 2 bagian atau kepemimpinan Kepala Desa, yaitu dipecah menjadi Desa Duwet dan Desa Duwet Krajan yang kedua Desa tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Tumpang.
Dari waktu ke waktu Desa Duwet mengalami pergantian kepemimpinan atau Kepala Desa (Petinggi), asli putra daerah Desa Duwet hasil pemilihan dan ada yang dari luar desa (merupakan pejabat sementara/Karteker), akibatnya pembangunan Desa Duwet pada masa lampau dapat dikatakan lamban.
Pada prinsipnya setiap pejabat atau pemimpin Desa Duwet terdahulu mempunyai satu tujuan yang mulia, yakni ingin membangun dan memajukan desanya, akan tetapi karena situasi dan kondisi zaman pada waktu itu tidak mendukung menyebabkan pembangunan berjalan kurang kondusif. Banyak faktor penghambat pembangunan di desa ini, antara lain disebabkan oleh :
- Kepala Desa atau Petinggi pada zaman Penjajahan Belanda hanya berperan sebagai boneka penguasa saja;
- Kepala Desa yang menjabat pasca perang kemerdekaan (revolusi fisik) tidak dapat berbuat banyak dalam bidang pembangunan karena kondisi masyarakat secara umum masih trauma akibat perang, kemudian belum adanya aturan pemerintahan yang pasti dan karena pemerintahan yang masih belum stabil;
- Kepala Desa setelah terjadinya peristiwa G 30 S/PKI kurang optimal dalam menjalankan tugasnya karena Kepala Desa di Duwet pada waktu itu terlibat langsung dalam peristiwa G 30 S tersebut, kemudian sebagai pejabat sementara (karteker) yang ditunjuk hanya fokus pada pemulihan keadaan, stabilitas keamanan dari gangguan politik (SARA) dan penguasaan perekonomian oleh golongan tertentu. Serta waktu menjabatpun relatif singkat sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri.
Dari tahun ke tahun seiring perubahan zaman, baru pada sekitar tahun 1968 pembangunan Desa Duwet berangsur-angsur pulih dan hambatannya berkurang. Sehingga kepemimpinan Kepala Desa dalam membangun desanya mulai tertata, terarah, dan mengacu pada aturan daerah yang pasti.
Adapun pejabat Kepala Desa (Petinggi) yang pernah memimpin di Desa Duwet adalah sebagai berikut :
NO.
|
NAMA PEJABAT
|
JABATAN
|
MASA BHAKTI
|
PROSES
|
1
|
SARTO
|
PETINGGI
|
Tidak Tahu (Belanda)
|
-
|
2
|
SAMUNAH
|
PETINGGI
| ||
3
|
RAMBATI
|
PETINGGI
| ||
4
|
TA’IB PRAMUDITO NOTO
|
KEPALA DESA
|
1968 – 1989
|
Ditunjuk
|
5
|
MUSIKAN KARYO PRANOTO
|
KEPALA DESA
|
1990 – 1998
|
Pemilihan
|
6
|
TASRIP
|
KEPALA DESA
|
1999 – 2007
|
Pemilihan
|
7
|
SODIKIN
|
KEPALA DESA
|
Juli 2007 – sekarang
|
Pemilihan
|
Demikianlah sejarah panjang terbentuknya Desa Duwet sampai pada para pemimpinnya, untuk menjadi sumber sejarah dan informasi bagi siapa saja yang berkepentingan.
0 komentar:
Posting Komentar